Friday, July 8, 2011

Seberapa sering petani kakao mencicipi coklat? * Siapa sebenarnya yang menikmati coklat?


Seorang petani kakao bertanya kepada saya sekitar 10 tahun yang lalu “kiban rasa coklat nyan teuma?” (Bagaimana rasa coklat itu?)”. Susah untuk mendiskripsikan bagaimana rasa coklat tanpa memberi dia kesempatan untuk mencicipi. Sungguh suatu pertanyaan yang ironi. Tapi, itulah sebuah kenyataan hidup, sebagian besar petani kakao memang tidak pernah merasa bagaimana lezat nya rasa coklat. Pertanyaan tersebut masih tersimpan “indah” dalam memori saya sampai hari dan mungkin sampai esok hari.

Diakui atau tidak bagi sebagian masyarakat di negara-negara berkembang khususnya bagi petani kakao, coklat bisa dikategorikan sebagai bahan mewah. Saking mewahnya petani kakao hanya menanam, memetik, menjemur, dan menjual biji kering. Harga produk coklat dengan ukuran yang kecil seperti ice cream berkisar antara Rp. 5,000 – Rp. 20,000. Dengan harga sebesar itu, petani tentu akan lebih untuk membeli beras, telur, dan ikan asin yang bisa dimasak untuk dua hari dan dinikmati oleh seluruh anggota keluarga.

Dibalik semua itu, kakao yang diproduksi di negara-negara tropis seperti Indonesia, Pantai Gading dan Ghana umumnya di kirim ke Eropa dan Amerika. Saat ini, konsumsi kakao dunia telah meningkat secara signifikan. Menurut Association of the Chocolate, Biscuit and Confectionery Industries of the E.U. (CAOBISCO) and the International Confectionery Association (ICA) (n.d), Kakao umumnya dikonsumsi dalam bentuk kembang gula coklat, biskuit, es krim, atau dalam bentuk produk makanan yang mengandung coklat bubuk seperti minuman, kue, makanan ringan, dan lain-lain. Sepuluh Negara terbesar pengkonsumsi coklat dalam bentuk olahan adalah Amerika serikat, Jerman, Inggris, Brazil, Perancis, Jepang, Italy, Polandia, Spanyol, dan Australia.

Disamping itu, CAOBISCO dan ICA (n.d) mencatat beberapa negara pengkonsumsi coklat per kapita terbesar berdasarkan jumlah bji kakao per kg per tahun adalah sebagai berikut; Masyarakat Belgia merupakan pengkonsumsi coklat terbesar didunia dengan jumlah rata-rata 5.5 kg per kapita dan kemudian di ikuti oleh penduduk Swiss dengan tingkat konsumsi rata-rata 4.4 kg. Masyarakat dari negara seperti Irlandia, Perancis, Australia, Jerman, Norwegia, Inggris dan Denmark mengkonsumsi coklat rata-rata antara 3.39 kg to 3.88 kg per kapita. Sedangkan Amerika serikat tercatat mengkonsumsi coklat lebih moderat dibandingkan orang-orang Eropa dengan jumlah rata-rata 2.5 kg per kepala.

Dilihat dari data yang ada, perbedaan dalam mengkonsumsi coklat sungguh seperti jarak antara langit dan bumi. Jangan kan mengkonsumsi setengah kilogram coklat, petani kakao kita mencicipinya pun hampir tidak pernah. Disatu sisi, kebijakan pemerintah menetapkan pajak export kakao telah menurunkan harga jual di tingkat petani. Disisi yang lain pemerintah ingin memotivasi pengusaha untuk memproduksi coklat siap konsumsi di dalam negeri. Akankan kebijakan ini lebih menjauhkan petani kakao untuk mencicipi coklat? Apakah jarak antara pengkonsumsi coklat di Eropa akan akan lebih lebar dengan di dalam negari? Atau apakah kebijakan tersebut membuat petani kakao jauh lebih susah hidupnya? Wallahualam Bissawab.

*Bersambung: Harga kakao dunia, perjalanan ke World Cocoa Conference di Utrecht Belanda Pada May 2010, Penyakit kakao, Pupuk dan naungan, kakao organik.

** Gambar dari www.umassmed.edu

1 comment:

  1. Jangankan untuk mengkonsumsi coklat, kondisi petani kakao kita masih jauh dari kesejahteraan, padahal Indonesia merupakan negara ke-3 produser kakao di dunia.

    ReplyDelete