http://aceh.tribunnews.com/2012/01/10/gereja-calvari-jadi-masjid-joplin-di-as
BERBEDA dengan apa yang terjadi di Cordova, Spanyol, di mana setelah kejatuhan pemerintahan Islam pada 1236 Masehi, Raja Ferdinand III yang berkuasa saat itu memerintahkan untuk mengubah fungsi masjid jamik menjadi sebuah gereja katedral. Di Joplin, Missouri, Amerika Serikat, justru sebaliknya, sebuah gereja dialihkan fungsinya menjadi masjid.
Menurut seorang jamaah Masjid Joplin --nama masjid yang sebelumnya merupakan sebuah gereja itu-- pada 2007 lalu, masyarakat muslim di kota ini membeli sebidang tanah seluas sekitar 2,5 hektare beserta sebuah bangunan yang berdiri di atasnya dengan harga 270.000 dolar AS atau sekitar Rp 2,6 miliar.
Bangunan yang berdiri kokoh di atas tanah seluas 2,5 hektare yang berlokasi di 1302 South Black Cat Road, Joplin, Missouri, AS, itu tidak lain adalah Gereja Calvary Apostolic. Konon, gereja ini dijual karena jumlah jemaatnya semakin berkurang. Biaya perawatan bangunannya juga terus membengkak, tak terkecuali biaya untuk bayar rekening listrik, air, dan gas.
Sekarang, bangunan dengan arsitektur yang seutuhnya masih berbentuk gereja itu, berubah fungsi menjadi sebuah masjid yaitu Masjid Joplin. Sesuai dengan fungsinya, maka masjid ini sepenuhnya digunakan untuk keperluan ibadah, pendidikan, tempat untuk bersilaturrahmi dan musyawarah masyarakat muslim di Joplin, Missouri, AS.
Bagunan masjid tersebut kini dibagi menjadi beberapa bagian. Yakni, aula besar yang dulu digunakan untuk tempat ibadah umat Kristiani, sekarang digunakan sebagai ruang utama untuk shalat berjamaah. Sedangkan ruangan belakang digunakan sebagai tempat pertemuan dan tempat berbuka puasa bersama di bulan Ramadhan. Ada juga satu ruang belajar dan ruangan bermain untuk anak-anak.
Selain shalat berjamaah lima waktu, di masjid ini juga digelar berbagai aktivitas keagamaan lainnya, seperti kegiatan mengaji untuk anak-anak muslim setiap sore. Lalu, pada setiap akhir pekan, juga diselenggarakan hari keluarga Muslim, menerima kunjungan berbagai kelompok masyarakat dari agama lain yang ingin mengetahui dan belajar tentang Islam.
Dari semua kegiatan keagamaan tersebut, yang juga sangat membanggakan adalah imam masjid ini berasal dari Aceh, Lahmuddin. Sejauh ini, beliau termasuk sosok yang sangat dihormati dan disegani, tidak hanya oleh masyarakat Muslim di Missouri dan Arkansas, tapi juga oleh masyarakat nonmuslim di sana.
Pak Lahmuddin juga masih sangat fasih berbahasa Aceh, walaupun beliau sudah tinggal di Amerika bertahun-tahun. Pada tahun 2011 beliau berhajat untuk pulang dan kembali menetap di Indonesia, namun masyarakat muslim di kota Joplin tidak memperkenankannya. Mereka minta pak Lahmuddin agar terus menjadi imam di masjid tersebut.***
* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com
Tuesday, January 10, 2012
Sunday, January 8, 2012
Makan Siang di Rumah Paman Sam
Negeri Uncle Sam sering diidentikkan sebagai negara yang sepenuhnya menganut faham kapitalisme. Bahkan sebuah pepatah populer "There's no such thing as a free lunch" (Tidak ada makan siang yang gratis) sering ditambatkan untuk negeri ini sebagai gambaran bahwa tidak tidak ada imbalan tanpa bekerja. Banyak juga yang mengira penduduk miskin luput dari perhatian pemerintah.
Terlepas dari klaim sebagai negara kapitalis, pemerintah Amerika Serikat sebenarnya menyediakan berbagai program pembangunan pro-rakyat seperti Pengaman Sosial (Sosial Security), Medicare dan Medicaid (asuransi kesehatan untuk keluarga miskin dan penduduk berusia lanjut), makanan tambahan, pendidikan gratis dari SD sampai SMA. Umumnya program-program tersebut didanai dari pajak yang dibayarkan oleh penduduk Amerika.
Namun yang membuat kita tercengang adalah kebijakan distribusi program pembangunan yang merata dan tanpa diskriminasi terhadap agama, warga kulit, jenis kelamin, dan kelompok tertentu. Sebagian program-program tersebut tidak hanya diberikan kepada warga negara Amerika Serikat, tetapi juga diberikan kepada pendatang yang masuk kategori keluarga miskin dan keluarga yang berpendapatan rendah.
Program Women, Infants and Children (WIC), misalnya, disediakan oleh pemerintah federal dalam bentuk makanan tambahan, rujukan kesehatan, pendidikan nutrisi untuk wanita hamil yang berpendapatan rendah, wanita menyusui dan yang tidak menyusui setelah melahirkan, dan juga kepada anak-anak sampai umur lima tahun.
Proses pendaftaran untuk program WIC sangat mudah. Bagi pendatang, cukup hanya memerlihatkan paspor, slip gaji atau keterangan jumlah pendapatan, dan rekening listrik, keputusan untuk mendapatkan WIC akan ditentukan pada saat itu juga.
Berbagai bentuk makanan tambahan diberikan secara cuma-cuma. Untuk anak usia 0 sampai 1 tahun, misalnya, diberikan susu formula yang nominalnya bisa mencapai $150 (1.4 juta rupiah) per bulan. Sedangkan anak usia 1 sampai 5 tahun akan diberikan berbagai macam makanan tambahan seperti susu cair, keju, telur, sereal, jus, dan sayur-sayuran yang jika dinominalkan bisa mencapai $70-$80 (6-7 ratus ribu rupiah) per bulan.
Tidak hanya makanan tambahan, negeri paman Sam juga memberikan kewarganegaraan kepada setiap anak yang lahir di tanah Amerika, terlepas orang tuanya berstatus pendatang legal maupun ilegal. Inilah keistimewaan yang sangat sulit didapatkan oleh pendatang di negara-negara lain. Namun demikian, masuk ke Amerika sendiri bukan urusan gampang, walaupun sudah melengkapi berbagai persyaratan administrasi dan punya alasan yang jelas, permohonan visa belum tentu diluluskan oleh pihak kedutaan. Buktikan apakah Anda bisa meraih American dream.
Subscribe to:
Posts (Atom)