Menangani lahan terlantar dengan kakao

Para petani mengupas kakao hasil ladang mereka
Keterangan gambar, Dengan hasil ladang kakao, para petani dapat memenuhi kehidupan sehari hari

Lahan terlantar akibat pembalakan masih banyak ditemukan di Pidie, Aceh. Mahrizal Baru, melalui Yayasan Tunas Bangsa, membina para petani memanfaatkan lahan terlantar dengan menanam kakao atau biji coklat. Berikut ceritanya:

Dalam beberapa tahun terakhir ini, kami mengajak beberapa ratus petani untuk mengubah lahan terlantar menjadi lahan potensial, dengan menanam kakao.

Dengan cara ini kami sedikitnya dapat membantu mencegah terjadinya pembalakan liar di hutan-hutan Aceh karena dapat membantu para petani mendapatkan penghasilan tetap.

M Yunus Idris, antara lain telah memiliki satu hektar lahan kakao. Setengah dari lahan itu sudah menghasilkan dan dalam satu minggu ia mendapatkan 35 kilogram kakao dengan harga jual sekitar Rp 20.000 per kilogram.

Pada mulanya, yayasan ini didirikan memang untuk membina petani mengolah kembali lahan mereka.

Banjir dan longsor

Mahrizal Paru dengan seorang petani kakao di Pidie
Keterangan gambar, Semakin banyak petani yang tertarik menanam kakao di lahan terlantar

Saat terjadi konflik panjang antara GAM dan pemerintah Indonesia, banyak petani yang memang telah menaman kakao menelantarkan lahannya.

Akibatnya banyak pula yang beralih mencari pendapatan secara cepat sebagai pembalak karena para petani tidak mampu mengolah lahan kosong tanpa modal.

Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya mempunyai pengalaman buruk tentang banjir dan tanah longsor.

Banyak hutan yang telah ditebang oleh pembalak liar di perbukitan dan pengunungan Pidie. Luas daerah yang ditebang mencapai ribuan hektar.

Saat ini kami belum bisa berbuat banyak mengatasi banjir dan longsor, karena cakupan wilayah kerja kami dalam membantu petani menggunakan kembali lahan-lahan terlantar baru meliputi beberapa desa saja di Pidie ini.

Ribuan lahan terlantar

Kakao ini kami pilih karena merupakan salah satu komoditi yang menghasilkan. Awalnya para petani mengatakan semua mau ikut program rehabilitasi kakao.

Namun, ada juga yang hanya menginginkan bantuan saja tanpa harus merehabilitasi kebun.

Kami menggunakan pendekatan siapa yang mau bekerja di lahan dipersilakan ikut. Masyarakat yang ikut harus menunjukkan peran mereka sebelum beberapa hal yang kami berikan seperti bibit, dan pagar.

Laila Qadri dari Yayasan Tunas Bangsa
Keterangan gambar, Laila Qadri dari Yayasan Tunas Bangsa memberi pengarahan kepada petani

Masyarakat harus menunjukkan lubang tanam, dan tanaman pelindung sebelum bibit diserahkan.

Asumsi kami saat itu adalah biarpun petani tidak melanjutkan pekerjaan, setidaknya mereka telah mengalokasikan waktu mereka untuk bekerja. Jika tidak dilanjutkan, petani sendiri yang rugi.

Namun, kenyataannya, masyarakat yang sebelumnya tidak ikut dalam program tersebut malah ikut membersihkan kebun dan membuat lubang tanam untuk kakao dan tanaman pelindung dan juga membuat pagar.

Kami bisa katakan, program penglibatan masyarakat hampir 100% berjalan.

Potensi longsor

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bukhari SP Bukhari mengatakan potensi lahan yang saat ini tersedia sekitar 25.000 hektar dan yang dimanfaatkan baru sekitar 9.200 hektar untuk coklat.

Sekitar 16 ribu hektar lagi merupakan lahan terlantar, pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan telah melakukan sekitar penanaman 3.000 hektar lahan untuk coklat. Kakao kami pilih karena merupakan salah satu komoditi unggulan dan dapat menghasilkan uang.

Sejauh ini pencapaian kami adalah banyak bibit kakao dan pohon pelindung sudah ditanam untuk mengurangi lahan tidur yang beresiko longsor, dan menciptakan dan mengembalikan lapangan kerja bagi petani.

Kami punya mimpi untuk menanam kakao dan tanaman pelindung di setiap lahan bekas pembalakan liar.

Banjir dan tanah longsor masih akan terjadi jika lahan bekas tebangan tidak ditanami dengan kakao dan pohon pelindung yang mampu menyerap air di musim hujan.