Sunday, February 21, 2010

Mengeksplorasi Amerika: Arkansas – Oklahoma – Texas – Kansas - Colorado Part III



Part III: Texas – Everything is bigger in Texas.

Perjalanan kami lanjutkan kembali ditengah rasa lapar dan bayang-bayang daging rendang, ikan teri sambal, ungkot suree asam sunti, dan tentunya nasi putih yang masih panas. Maklum, sebagai orang Indonesia, nasi hampir tidak pernah absen dari menu makan pagi, siang, dan malam. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari tempat pemberhentian SPBU, kami melihat sign board bertuliskan “Welcome to Texas”. Hati sudah terasa gembira, berharap tempat rest area tidak jauh lagi. Memang betul, tak lama kemudian sebuah sign board bertuliskan “Rest Area”.

Setelah menurunkan semua keperluan, termasuk beras dan rice cooker, hal pertama yang kami cari adalah kamar kecil (rest room). Kemudian, pembagian tugas pun dimulai: Suci mencuci beras untuk masak nasi di Rest Area tersebut, saya mencari colokan listrik, Azka liat kiri kanan memastikan posisi aman alias tidak mencolok perhatian publik. Kami putuskan untuk mencari colokan listrik diluar gedung, karena khawatir nanti ditegur pihak keamanan jika ketauan masak. Kami mencari satu persatu colokan yang ada, semuanya yang diluar gedung tidak ada arus. Ketika sedang mencoba yang terakhir, tiba-tiba anjing yang agak kumal pun mendekat. Panik awalnya, namun kemudian kami coba usir pakai air botol……. Mujarab ternyata, anjingnya langsung “tancap gas”. Namun di sisi lain, usaha mencari colokan diluar gedung bangunan sia-sia, karena colokannnya tidak satupun bisa dipakai.

Kami kembali lagi ke dalam gedung dan mencari colokan yang agak tertutup. Kami sangat senang ketika melihat lampu rice cooker menyala, sehingga bayangan kelaparanpun akan segera berakhir. Otomatis, kegiatan pengamatan alias pasang mata kiri-kanan tetap berjalan, supaya tidak ada petugas yang menegur. Maklum, masak nasinya didalam ruangan. Kami menutup rice cooker dengan back-pack dan berpura-pura membaca koran agar tidak keliatan memasak. Rasa was-was selalu ada, sehingga kami ganti-ganti shift jaga. Rasanya seperti jaga malam di masa konflik Aceh dulu, hehehe. Kami juga telah menyiapkan berbagai alasan jika nanti di tanya petugas, mulai dari puasalah, sakit kalau nggak makan nasilah, emergency-lah dan lain sebagainya. Sambil menunggu, kami melihat orang-orang Amerika yang sangat sayang akan anjing. Walaupun kumal, mereka tetap mengelus dan memberikan makanan yang ada di tangan mereka. Ada ibu-ibu yang ngomong “I am so sad, no body takes care of him” dia juga menambahkan “How could the people abandon him?” . Kamipun cuma bisa mendengar saja, maklum, kita kurang terbiasa dengan anjing, apalagi contoh anjingnya sama dengan yang banyak jalan mondar mandir di dekat gerobak-gerobak sampah di pasar Peunayong.

Kembali lagi ke soal masak nasi, setelah beberapa lama airpun mendidih dan mengeluarkan bau yang harum. Bau beras Jasmine yang di export dari Thailand. Disini kalau produk pertanian, Thailand dikenal sebagai sebuah Negara pengexport utama. Produknya ada dimana-mana, mulai dari beras, buah-buahan kaleng, sampe daun pisang. Tak berapa lama, kami sudah mulai khawatir, sebab ada pengunjung yang mencium bau masak. Tapi rasanya dia menikmati dan tidak merasa terganggu dengan bau tersebut. Tak lama kemudian, diapun pergi. Kami takut kalau alarm berbunyi oleh bau beras, yang akan datang bukan hanya polisi, tapi pemadam kebakaran dan ambulance sekalian. Nasib baik alarmnya diam saja.

Tek…. Bunyi rice cooker pertanda nasi sudah masak segera membuat Three Musketeers bersemangat lagi. Kami buru-buru menyiapkan semua peralatan dan barang-barnag, dan secepat mungkin meninggalkan gedung tersebut. Kami akhirnya memilih tempat duduk yang agak jauh dari keramaian agar bisa menikmati menu makan siang yang sudah agak sore. Semua lauk-pauk dijatah oleh Event Organizer merangkap Chef alias Mrs Suci Landon, agar semuanya kebagian dan cukup selama dalam perjalanan 9 hari kedepan. Saking enaknya menu makan siang, kami menambah nasi hampir dua kali, serasa kami bak sedang berpiknik di pantai Lhoknga, dengan menu2 khas kampong halaman, amboiii nikmatnya... Kami pun jadi teringat istilah Meuramein(Istilahnya orang Aceh untuk bertamasya dan makan bersama diatas tikar). Kami bersihkan semua dan memasukkan kembali ke bagasi mobil.Rasanya tidak akan pernah ada pengalaman semenarik ini. Perjalananpun dilanjutkan kembali.

Tujuan kami selanjutnya adalah Dallas. Karena kami sudah mendapatkan informasi ada seorang teman yang rencananya akan kami kunjungi tidak ada ditempat, jadi kami memutuskan untuk sekedar mengunjungi kota tersebut. Dari jauh pemandangan kota ini sungguh mengesankan, banyak juga jembatan layang, gedung-gedung tinggi, dan museum.

Next:
San Antonio: Kota tua yang unik dan penuh catatan sejarah.

No comments:

Post a Comment