"Apalah arti sebuah nama". Itulah sebuah ungkapan yang sering kita dengar. Bagi sebagian orang, nama bukanlah hal yang begitu penting untuk dipertimbangkan, asal bisa sebut, disahuti, dan akhirnya melekat menjadi nama resmi pada akte kelahiran. Ada juga orang yang memanggil nama anaknya "hananan" yang berarti "tidak ada nama".
Selain itu, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, pemberian satu nama untuk anak adalah hal lumrah, misalnya Soekarno, Soeharto, Sudirman, dan banyak lagi, termasuk saya sendiri. Nama orang tua biasanya tidak dicantumkan pada KTP, SIM, maupun paspor.
Namun, bagi masyarakat Amerika, satu nama adalah hal yang sangat tidak biasa. Sistem komputerisasi di negara ini tidak mengenal satu nama. Setiap pengisian formulir baik online maupun diatas kertas, selalu mewajibkan pengisian nama depan dan nama terakhir atau nama keluarga. Saya sendiri tidak tau harus mengisi apa untuk nama depan atau belakang untuk pertama kali pengisian formulir.
Pada saat permohonan visa misalnya, bagi yang mempunyai satu nama dan sesuai dengan di paspor, nama pertama harus diisi dengan "FNU" (First Name Unidentify/ Nama pertama tidak diketahui). Terasa sangat tidak nyaman jika dipanggil FNU, namun sesuai peraturan, nama depan dan nama keluarga wajib di isi.
Demikian halnya di institusi resmi seperti universitas, bank, kantor polisi dan kantor pencatatan sipil (revenue office) untuk pembuatan KTP. Pemilik satu nama juga harus bersiap-siap untuk menjelaskan nama depan dan nama keluarga. Di universitas dan bank, nama depan dan nama keluarga kadang dicantumkan sama, misalnya Soeharto Soeharto.
Pembuatan KTP misalnya, bagi yang mempunyai dua nama atau lebih, pembuatan KTP di Amerika sangat mudah, hanaya memerlukan waktu lima - sepuluh menit setelah menyerahkan dokumen seperti paspor dan visa kepada pihak kantor pencatatan sipil (revenue office). Tidak ada rekomendasi dan tanda tangan ketua RT/RW diperlukan seperti di Indonesia yang biasanya juga memerlukan waktu lebih dari seminggu.
Keistimewaan untuk mendapat KTP dalam lime menit tidak didapat dinikmati oleh pemilik satu nama. Pihak pencatatan sipil harus mendapat persetujuan dari Homeland Security agar bisa mengeluarkan KTP. Proses ini bisa memakan waktu lebih dari sebulan. Saya sendiri harus mendatangi kantor pencatatan sipil lebih dari enam kali. Setelah dibantu oleh pihak imigrasi kampus, proses pembuatan KTP akhirnya bisa diselesaikan dan tanpa ada tambahan dana selain yang tertera di resit pembayaran.
Banyak orang juga bertanya bagaimana bisa membedakan dua orang yang memiliki nama yang sama. Di Indonesia, masyarakat pasti mengetahui dan bisa membedakan pemilik nama yang sama di satu desa. Tidak hanya membedakan, nenek dan kakek pun mereka mengetahui.
Akhirnya, saya berharap pengalaman ini cukup hanya saya sendiri yang merasakan. Ketika anak saya lahir, kami memberikannya tiga nama dengan harapan agar pembuatan KTP bisa dibuat dalam lima menit jika suatu hari dia datang ke Amerika. Bagi yang ingin memberikan satu nama untuk anak, harap dapat mempertimbangkan kembali. Kita tidak pernah tau kemana gerak kaki melangkah. Tidak tau juga kita akan terdampar dinegara yang mewajibkan nama depan dan nama keluarga.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment