Perjalanan ini berawal dari sebuah persentasi di kelas Agricultural and Rural Development University of Arkansas tentang perkembangan kakao masyarakat di Aceh. Persentasi itu sendiri menghabiskan waktu sekitar 40 menit di tambah dengan sesi jawab. Professor yang mengajar dikelas tersebut memang memberikan jasa konsultan untuk World Cocoa Foundation (WCF) untuk proyek kakao di Africa, khususnya Ghana dan Pantai Gading.
Setelah selesai persentasi, dia menanyakan kesediaan saya mewakili dia ke Konferensi kakao dunia di Belanda. Perjalanan pun dimulai dengan menumpang pesawat Delta Air ke Boston dan kemudian dilanjutkan ke Barajas Madrid dan Amsterdam menggunakan pesawat Iberia Airlines.
Hari pertama konferensi tersebut penuh dengan kejutan. Delegasi pemerintah Aceh yang diwakili oleh Ketua Bappeda PMU MDF untuk aceh, dan delegasi dari Swiss Contact hadir di konferensi tersebut. Disamping itu, konferensi yang dihadiri oleh 260 para pihak (Produser kakao, NGOs, Coklat Industri, Perwakilan pemerintah, dan lembaga keuangan) dari seluruh dunia membahas tentang issue-issue yang berkembang saat itu, seperti produksi kakao dunia, pemasaran, rantai komoditas kakao, konsumer trend, dan sustainability (keberlanjutan).
Panitia membagi program ke beberapa diskusi panel yang umumnya disampaikan oleh para pihak yang ahli dibidang kakao. Tentunya, disetiap sesi pemateri memberikan pandangan dan penemuan baru untuk pengembangan dan perbaikan kakao kedepan.
Diakhir konferensi hari kedua, Panitia membuat test rasa coklat. Walaupun sebagian besar peserta adalah “pemain” dibidang coklat, namun untuk membedakan rasa coklat berdasarkan Negara asal memang tidak mudah. Hanya sekitar 2-3 orang yang mampu membedakan rasa coklat. Article pertemuan tersebut dapat di unduh dari website World Cocoa Foundation (WCF) http://www.worldcocoafoundation.org/who-we-are/partnership-meeting-and-events.html
Bersambung: *Penyakit kakao
No comments:
Post a Comment